5 Negara dengan Hutan Terluas di Dunia

5 Negara dengan Hutan Terluas di Dunia



Hutan adalah wilayah daratan yang didominasi oleh pepohonan. Ratusan definisi hutan digunakan di seluruh dunia, menggabungkan faktor-faktor seperti kerapatan pohon, tinggi pohon, penggunaan lahan, kedudukan hukum, dan fungsi ekologis.

Organisasi Pangan dan Pertanian mendefinisikan hutan sebagai lahan yang membentang lebih dari 0,5 hektar dengan pohon-pohon lebih tinggi dari 5 meter dan tutupan kanopi lebih dari 10 persen, atau pohon-pohon yang mampu mencapai ambang batas ini secara in situ. Ini tidak termasuk lahan yang didominasi oleh penggunaan lahan pertanian atau perkotaan.

 Menggunakan definisi ini, FRA 2020 menemukan bahwa hutan mencakup 4,06 miliar hektar atau sekitar 31 persen dari luas daratan global pada tahun 2020.

Hutan adalah ekosistem terestrial yang dominan di Bumi, dan tersebar di seluruh dunia. Lebih dari separuh hutan dunia hanya ditemukan di lima negara (Brasil, Kanada, Cina, Federasi Rusia, dan Amerika Serikat). Bagian terbesar dari hutan (45 persen) ditemukan di domain tropis (hutan tropis), diikuti oleh domain boreal, beriklim sedang dan subtropis.

Hutan menyumbang 75% dari produksi primer bruto biosfer Bumi, dan mengandung 80% biomassa tanaman Bumi. Produksi primer bersih diperkirakan sebesar 21,9 gigaton karbon per tahun untuk hutan tropis, 8,1 untuk hutan beriklim sedang, dan 2,6 untuk hutan boreal.

Berikut 5 Negara dengan hutan terluas di Dunia:

1. Rusia 

Bukan hanya sebagai negara terbesar, Rusia juga memegang rekor lain. Status negara dengan kawasan hutan terluas di dunia dipegang oleh negara beribu kota Moskow tersebut. Dilansir dari laman Statista, Rusia memiliki hutan seluas 815 hektare atau sekitar 49% dari total luas wilayahnya.

 Luasnya kawasan hutan di Rusia juga memiliki catatan menarik. Apabila dianalogikan secara sederhana, hutan yang ada di Rusia bisa sepenuhnya menutupi Australia, sebagaimana dilansir dari Green Earth.

2. Brasil

Terpaut jauh dari Rusia, Brasil memiliki hutan seluas 497 juta hektare. Angka ini membuat sebagian besar alias 61,9% wilayah Brasil tertutup oleh kawasan hutan yang lebat. Brasil memiliki salah satu hutan yang sangat populer, yaitu hutan Amazon.

Hutan ini merupakan hutan hujan tropis terbesar di dunia dan menjadi alasan utama Brasil masuk ke dalam daftar ini. Sayangnya, dari tahun ke tahun, luas hutan Amazon semakin berkurang akibat adanya deforestasi.

3. Kanada

Meski berdekatan dengan zona kutub yang dingin, Kanada tetap memiliki hutan dalam jumlah yang besar. Tercatat, luas hutan Kanada sebesar 347 hektare atau setara 34,1% dari total wilayahnya, dilansir dari Atlas Big.

Luas hutan Kanada bahkan setara dengan luas wilayah India. Dengan hal tersebut, tak ayal negara ini cukup dikenal sebagai salah satu pengeskpor utama kayu di dunia.

4. Amerika Serikat

Tetangga Kanada di Amerika Utara, Amerika Serikat, juga termasuk ke dalam negara dengan kawasan hutan terluas di dunia. Sepertiga wilayahnya, atau setara dengan 310 hektare merupakan area hutan yang sangat lebat.

Banyaknya hutan yang tersebar membuktikan bahwa negeri Paman Sam tak hanya berisikan kota besar, tetapi juga daerah-daerah yang masih hijau. Beberapa hutan bahkan menjadi objek wisata, seperti Taman Nasional Sequoia di California.

5. China

Posisi lima dihuni oleh negara Asia Timur, yaitu China, dengan luas hutan sebesar 220 hektare. Meski demikian, luas hutan ini justru hanya setara 22% dari total wilayahnya secara keseluruhan.

Hutan di China juga terancam, terutama karena penambangan dan teknik modernisasi negara lainnya. Terlebih, China memiliki populasi yang sangat tinggi sehingga membutuhkan lebih banyak lahan untuk kawasan permukiman.

Sumber : Idntimes

Telkom Optimalkan Program Konservasi untuk Keberlangsungan Lingkungan


Sepanjang tahun 2022, setidaknya ada tiga program yang dilaksanakan Telekom yang akan membantu mitigasi perubahan iklim, yaitu Konservasi Hutan Berbantuan Digital, Penanaman Mangrove, dan Donasi Alat Elektronik untuk Pendidikan (Eduvice).

Perusahaan telekomunikasi nasional PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) terus menerus melakukan berbagai program dan kegiatan konservasi yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada penanggulangan perubahan iklim.

"Melalui ketiga program ini, Telkom terus fokus untuk mencapai tujuan berkelanjutan yang juga sejalan pada Sustainable Development Goals (SDGs) terkait penanganan perubahan iklim. Tak hanya pencegahan, namun pemulihan serta pemeliharaan lingkungan hidup juga harus selalu diperhatikan dengan baik," kata SGM Community Development Center Telkom Hery Susanto dalam keterangan pers, Selasa.

Program pertama adalah Konservasi Hutan Digital. Program ini memberikan dukungan untuk restorasi dan konservasi hutan di lahan kritis di Indonesia yang saat ini luasnya mencapai 14 juta hektar.

Program ini dilaksanakan dengan menggunakan sistem GIS (Geographical Information System) untuk memperbaiki data tegakan hutan, memfasilitasi perbaikan kondisi hutan, merencanakan secara tepat dalam jangka pendek dan panjang, memperkirakan pertumbuhan hutan, menyediakan data jumlah dan jenis pohon mengumpulkan dan menyusun laporan berkala tentang pertumbuhan dan perkembangan hasil penghijauan.

Selain untuk memerangi perubahan iklim, program ini juga bertujuan mengembalikan fungsi alam sebagai media pengaturan tata air, perlindungan dari banjir atau sedimentasi di daerah hilir, memulihkan dinamika populasi dan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya.

BACA JUGA : Perda Pengelolaan DAS Dukung Ekosistem Di Babel

Program ini telah merealisasikan area seluas 64,25 hektar yang tersebar di 8 kawasan lindung di seluruh Indonesia.

Kedua, program penanaman mangrove. Lebih dari 30.000 bibit telah berhasil ditanam melalui program ini di beberapa kota yaitu Semarang, Karimunjawa, Cirebon, Banten dan Magelang.

Dengan tujuan konservasi seluas 4 hektar, komitmen Telkom pada program penanaman mangrove juga bertujuan untuk melindungi ekosistem terumbu karang dan mempromosikan ekowisata digital dengan utilitas Mangrove Conservation to Build Sustainable Eco Tourism.

Program ketiga adalah donasi alat elektronik untuk pendidikan (Eduvice). Telekom menjalankan program bantuan penyaluran sampah elektronik yang nantinya akan dipilah dan diperbaiki oleh siswa SMK Telekom, sehingga perangkat yang dibutuhkan sekolah/siswa dapat digunakan kembali sebagai media pembelajaran digital.

Limbah elektronik ini dapat didistribusikan melalui drop box di empat titik lobi kantor Telekom, yaitu Graha Merah Putih Gatot Subroto Jakarta Selatan, Menara Multimedia Telkom Kebon Sirih, Kantor Witel Jakarta Barat dan Graha Merah Putih Telkom Japati Bandung didistribusikan ke sekolah/Siswa yang memiliki kebutuhan khusus di bidang 3T. 

sumber : jurnalindo

Perda Pengelolaan DAS Dukung Ekosistem di Babel

 

Perda Pengelolaan DAS Dukung Ekosistem di Babel

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sudah dibentuk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dalam mendukung ekosistem maupun iklim yang ada di Babel. Bagi Provinsi Maluku Utara, penetapan ini dapat membawa hasil terhadap Perda DAS yang akan disusun atau dibentuk oleh Provinsi Maluku Utara dengan menyesuaikan pada kondisi alam yang ada di sana.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Babel, Naziarto saat memberi sambutan sekaligus membuka acara Focus Group Discussion (FGD) Proses Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkait Daerah Aliran Sungai bersama Komisi II DPRD dan Forum DAS Maluku Utara bertempat di Swiss-belhotel Pangkalpinang, Rabu (7/12/22).

Naziarto mengatakan bahwa FGD ini bertujuan untuk sarana silaturahmi, juga sebagai upaya untuk menggali masukan implementasi peraturan daerah tentang pengelolaan daerah aliran sungai di Provinsi Kep. Babel.

Menurutnya, keuntungan kegiatan ini bukan semata untuk Bangka Belitung dan Maluku Utara saja, tetapi juga menunjukkan bahwa delapan wilayah provinsi kepulauan yang ada di Indonesia, justru memikirkan bagaimana daerah kawasan hutan DAS dapat termanfaatkan dan tidak rusak untuk anak cucu di kemudian hari.

Sekda juga memberikan informasi kepada pihak Maluku Utara tentang upaya-upaya yang sudah dilakukan Bangka Belitung dalam rangka rehabilitasi DAS yang sebelumnya rusak, dan kemudian menjadi baik.

“Contoh-contoh serta langkah-langkah apa yang sudah Babel lakukan tersebut, mungkin akan bermanfaat bagi pihak pemerintah Maluku Utara,” ujarnya.

Sekda juga akan menunjukkan kepada pihak Provinsi Maluku Utara, lahan-lahan kritis Bangka Belitung akibat dari eksploitasi penambangan, dan sudah diperbaiki serta direboisasi dengan melibatkan aparat hukum serta stakeholder terkait.

“Kita juga akan melihat bagaimana penghijauan yang dilakukan pemerintah Bangka Belitung dengan melibatkan masyarakat secara umum, pihak aparat hukum, dan stakeholder, sehingga daerah yang awal-awalnya rusak akibat penambangan, sekarang bisa menjadi baik,” jelasnya.

Adapun upaya yang dilakukan pemerintah dalam memelihara kawasan DAS di sekitar wilayah tambang di Babel disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Ferry Afriyanto, kewajiban instansi dan para pemegang izin untuk merehab. Salah satunya, para pemegang izin usaha penambangan apabila ada pinjam pakai kawasan hutan, maka wajib untuk merehap DAS di luar kawasan izin tersebut.

Dalam kaitannya dengan DAS, Pulau Bangka terbagi habis kedalam 110 DAS yang beroutlet di laut dengan kategori ukuran kecil dan sangat kecil (diantaranya yang terbesar adalah DAS Mancung dengan luas 85.592 Ha sedangkan DAS yang terkecil memiliki luas 223 Ha). 

Begitu juga dengan Pulau Belitung yang terbagi habis ke dalam 54 DAS yang beroutlet di laut dengan kategori ukuran kecil dan sangat kecil diantaranya yang terbesar adalah DAS Linggang 81.620 Ha sedangkan DAS yang terkecil memiliki luas 479 Ha.

Sementara Kadis Kehutanan Maluku Utara, M. Sukur Lila mengatakan alasannya memilih Babel, karena Babel sudah selangkah lebih maju dalam menerapkan Perda Pengelolaan DAS. Ditambah lagi karakteristik daerahnya yang mirip bahkan dapat dikatakan sama dengan Maluku Utara, sehingga Babel menjadi pilihan.

“Babel adalah daerah tambang, sama dengan kami yang juga penghasil tambang nikel, sehingga dengan adanya studi banding ini, banyak sekali yang kami harapkan dari teman-teman Babel sehingga dapat kami terapkan di Maluku Utara saran dan masukan teman-teman Babel yang sudah melaksanakan Perda DAS,” jelasnya.

Dirinya mengharapkan dengan adanya perda ini, dapat mengembalikan atau merehab kembali kawasan hutan dan DAS yang rusak pasca penambangan di Maluku Utara, sehingga menjadi lebih baik ke depan.

FGD ini dihadiri kurang lebih 40 peserta dari Komisi II DPRD Prov. Maluku Utara, Dinas Kehutanan Malut dan Babel, Biro Hukum Malut dan Babel, BPDAS Akemalamo Malut, Akademisi Malut, dan Setwan DPRD Malut.

sumber : intrik

Intisari Pengawasan Pertambangan

Intisari Pengawasan Pertambangan


UNDANG-UNDANG REPUBLIK I NDONESIA NOMOR 3 Tahun 2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan danf atau pemurnian atau pengembangan dan f atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.

25. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

26. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

27. Kegiatan Pascatambang, yang selanjutnya disebut Pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah sebagian atau seluruh kegiatan Usaha Pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wiiayah Penambangan.

28. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun koiektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.

29. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata rulang nasional.

Pasal 4

Ayat 1 Mineral dan Batubara sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Ayat 2 Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Dan ayat 3 Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan.

Pasal 6

Ayat 1 Pemerintah Fusat dalam pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, berwenang antara lain : Menetapkan WP setelah ditentukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi sesuai dengan kewenangannya dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan

Mineral dan Batubara yang dilakukan oleh pemegang perizinan Berusaha, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Reklamasi dan Pascatambang, melakukan peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi dalam penyelenggaraan pengelolaan Usaha Pertambangan, melakukan pengelolaan inspektur tambang; dan melakukan pengelolaan pejabat pengawas Pertambangan;

Pasal 8A

Ayat 1 Menteri menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional secara sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel. Ayat 2 Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan: daya dukung sumber daya alam dan lingkungan menurut data dan informasi geospasial dasar dan tematik pelestarian lingkungan hidup rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi;

Pasal 10

Ayat 2 Penetapan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

ayat 2 dilaksanakan :

a. secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab

b. secara terpadu dengan mengacu pada pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat

terdampak, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, hak asasi manusia, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; dan c. dengan memperhatikan aspirasi daerah.

Pasal 17

Ayat 1 Luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara ditetapkan oleh Menteri setelah ditentukan oleh Gubernur. Dan ayat 2 Luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP

Batubara yang berada pada wilayah laut ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

Pasal 17A

Ayat 1 Penetapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan setelah memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan ayat 2 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan.


Pasal 18

Ayat 1 Penetapan luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus mempertimbangkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional, ketersediaan data sumber daya dan/atau cadangan Mineral atau Batubara; dan status kawasan.

PASAL 39

Antara lain disebutkan bahwa Kewajiban melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN

USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA


Pasal 36

Ayat 1 Pengawasan oleh Inspektur Tambang dilakukan melalui evaluasi terhadap laporan berkala dan/atau sewaktuwaktu, pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu; dan penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan. Ayat 2 Dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Inspektur Tambang melakukan kegiatan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian. Dan ayat 3 Dalam melakukan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Inspektur Tambang berwenang : memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat, menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan mineral dan batubara apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan pekerja/buruh tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; dan mengusulkan penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada huruf b menjadi penghentian secara tetap kegiatan pertambangan mineral dan batubara kepada Kepala Inspektur Tambang.


Pasal 37

Ayat 1 Pengawasan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dilakukan melalui : pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; dan/atau verifikasi dan evaluasi terhadap laporan dari pemegang

IUP, IPR, atau IUPK. Dan ayat 2 Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pejabat yang ditunjuk berwenang memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat.


PERMEN ESDM 26 2018

Pengawasan terhadap Pelaksanaan Kaidah Teknik

Pertambangan yang Baik


​​​​​Pasal 45

Ayat 1 Menteri dan gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, pelaksanaan kaidah teknik Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, dan pelaksanaan kaidah teknik usaha jasa pertambangan yang baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a. Dan ayat 2 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Tambang melalui : evaluasi terhadap laporan berkala dan laporan khusus pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan.


Ayat 3 Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Inspektur Tambang melakukan kegiatan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian. Ayat 4 Inspektur Tambang menyusun dan menyampaikan laporan hasil inspeksi, penyelidikan, dan pengujian sebagaimana dimaksud ayat 3 kepada KaIT. Ayat 5 Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 memuat perintah, larangan, dan petunjuk yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemegang IUP, IUPK, IUP OperasiProduksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian dan IUJP. Ayat 6 Inspektur Tambang melakukan evaluasi terhadap laporan tindak lanjut hasil inspeksi, penyelidikan, dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat 5 yang disampaikan oleh pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian dan IUJP.


Pasal 46

Dalam melakukan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), Inspektur Tambang berwenang : memasuki tempat kegiatan Usaha Pertambangan Setiap saat, menghentikan sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan pekerja/buruh tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; dan mengusulkan penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf b menjadi penghentian secara tetap kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara kepada KaIT.


Pengawasan terhadap Pelaksanaan

Tata Kelola Pengusahaan Pertambangan


Pasal 48

Ayat 1 Pengawasan terhadap pelaksanaan tata kelola pengusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) huruf b, pelaksanaan tata kelola pengusahaan Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, dan pelaksanaan tata kelola pengusahaan jasa pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Menteri atau Gubernur sesuai kewenangannya. Dan Ayat 2 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat yang Ditunjuk oleh Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya. Ayat 3 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui : evaluasi terhadap laporan berkala dan laporan Akhir, pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan; dan penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan. Ayat 4 Pejabat yang Ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyusun dan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Direktur Jenderal atau Gubernur. Dan ayat 5 Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat perintah, larangan, dan petunjuk yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian dan IUJP.


SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 50

Ayat 1 Pemegang IUP Eksplorasi, IUPK Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, dan IUPK Operasi Produksi, yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), dan ayat (6), Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3), asal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 29 ayat (1), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dan Pasal 40 ayat (1), dikenakan sanksi administratif. Ayat 2 Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dikenakan sanksi administratif. Ayat 3 Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Pasal 30, Pasal 32 ayat (3), Pasal 37, Pasal 38 ayat (1), Pasal 39, dan Pasal 41, dikenakan sanksi administratif. Ayat 4 Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dikenakan sanksi administratif. Ayat 5 Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 8 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), Pasal 16, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 21 ayat (1), Pasal 22 ayat (3), Pasal 25, Pasal 29 ayat (2), Pasal

31, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 37, Pasal 38 ayat (2), dan Pasal 42, dikenakan sanksi administratif. Ayat 6 Pemegang IUJP yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 9 ayat (1), dikenakan sanksi administratif. Ayat 7 Pemegang IPR yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dikenakan sanksi administratif. Ayat 8 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) sampai dengan ayat (7) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara sebagian atau seluruh

kegiatan usaha; dan/atau

c. pencabutan izin.

(9) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat

(8) diberikan oleh Menteri atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.


MARAKNYA PENAMBANGAN ILEGAL DI SULAWESI TENGGARA DISEBABKAN BEBERAPA FAKTOR SEBAGAI BERIKUT :


1. Tidak adanya tata batas /patok wilayah IUP sehingga mengakibatkan penambangan dikoridor maupun penambangan diwilayah hutan lindung, terbatas dan produksi.,

2. Kurangnya SDM Aparatur Inspektur Tambang berdampak pada lemahnya fungsi pengawasan sehingga hal ini dimanfaatkan oleh pemegang IUP dan oknum APH untuk melakukan penambangan illegal

3. Belum adanya peraturan bersama antara para pihak yakni Kementrian ESDM, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementrian PU dan Tata Ruang, Kepolisian Republik Indonesia dan para Kepala Daerah Provinsi /Kabupaten Kota terkait Pengawasan Pertambangan.,


SARAN :


Untuk meminimalisir pertambangan illegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara dan rakyat maka disarankan kepada pemerintah :

1. Sinergitas para pihak Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementrian PU dan Tata Ruang, Kepolisian Republik indonsesia dan Kementrian ESDM dalam pengawasan Pertambangan.,

2. Melibatkan Sumber Daya Aparatur yang terdiri dari Polisi Pamong Praja, Polisi Kehutanan, Pengawas Tata Ruang dan Inspektur Tambang dalam mengawasi dan mencegah terjadinya Penambangan Ilegal.,

3. Mendirikan posko bersama dalam wilayah pertambangan dan memasang patok / garis batas hutan dan batas wilayah pertambangan yang telah ditetapkan oleh kementrian ESDM.,


SANKSI PIDANA


1. Bahwa Pelaku usaha pertambangan YANG tidak melaksanakan prosuder dalam melaksanakan kegiatan usaha pertambangan, sehingga bertentangan dengan pasal 1 ayat (1) Undang- undang RI No. 03 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang dijelaskan Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.

2. Bahwa aktivitas pertambangan nikel yang dilakukan oleh SETIAP ORANG selaku Pelaku usaha pertambangan YANG tanpa memiliki Izin pinjam pakai Kawasan hutan (IPPKH) bertentangan dengan ketentuan Pasal 134 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada


tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang sebagaimana telah diatur dalam pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU Kehutanan”) yang dijelaskan larangan melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (“IPPKH”) yang dapat dijerat dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan.

3. Bahwa Tindakan Pelaku usaha pertambangan atas ketidakpatuhannya terhadap ketentuan kewajiban pemenuhan IPPKH dalam kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, maka sesuai dengan Pasal 119 UU Minerba, Izin Usaha Pertambangan (“IUP”) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) dapat dicabut oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya karena alasan pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan.

4. Bahwa Tindakan penambangan nikel tanpa melakukan upaya reklamasi yang telah mengakibatkan kerusakan alam sebagaimana kewajiban Pemegang IUP untuk menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi setiap 1 (satu) tahun dengan menyampaikan laporan pelaksanaan pascatambang setiap 3 bulan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota yang diatur dalam PP No 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pasca Tambang Tindak Pidana Tidak Melakukan Reklamasi dan Pasca Tambang. Dan dinyatakan telah mangkir dari kewajibannya dapat dijerat dengan Pasal 161 B ayat (1) UU Minerba menyatakan bahwa para pemegang izin pertambangan yang mangkir dari kewajiban ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Dan diberikan hukuman tambahan berupa upaya paksa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban reklamasi dan/atau pasca tambang yang menjadi kewajibannya.

5. Bahwa Tindakan Pelaku usaha pertambangan tanpa memiliki Izin pinjam pakai Kawasan hutan (IPPKH) dengan mengadakan segala transaksi dan mendapatkan keuntungan dari hasil tambang merupakan keuntungan yang didapatkan secara tidak sah, sehingga dapat dijerat sebagai Tindak pidana pencucian barang tambang (mining loundring) dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 3 yang dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 Tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000.000,-

6. Bahwa adanya keterlibatan Aparatur negara baik ASN, Kepolisian, Aparat TNI dalam memberikan kelancaran aktivitas penambangan ILEGAL kepada Pelaku usaha pertambangan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan sehingga adanya pemberian imbalan/ keuntungan yang didapatkan secara tidak sah dapat dinyatakan sebagai tindak pidana penyalahgunaan wewenang yang dapat dijerat sebagai Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dijelaskan dalam pasal 11 jo pasal 12 e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

7. Bahwa setiap orang / pelaku usaha yang diduga sebagai Penambang Ilegal selain dijerat tindak pidana juga dapat dikenakan pidana tambahan sebagaimana dijelaskan Pasal 164 UU RI No. 03 Tahun 2020 dapat dilakukan tindakan berupa:

a. perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;

b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau

c. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana


Demi tegaknya Supremasi Hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mendukung semboyan “PRESISI” (Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan) Kepolisian Republik Indonesia sebagai Institusi Penegak Hukum. maka dengan ini kami menyampaikan Laporan Dugaan Tindak Pidana Pelaku Usaha Tambang Ilegal di Provinsi Sulawesi Tenggara guna mendapatkan kepastian hukum yang berkeadilan.

Konawe Selatan 25 November 2022

Penulis : ADI YUSUF TAMBURAKA

Penyidik KSAN 2016-2021

Ketua Umum Pusbakum ASN Indonesia

sumber : mediakendari

Kurangi Resiko Bencana Dengan Merehabilitasi Hutan Mangrove



Kepala Seksi Rehabilitasi Hutan dan Lahan BPDAS Bone Bolango Agung Praptadi pada kegiatan Identikasi Mangrove oleh KKMD Provinsi Gorontalo di Desa Dambalo, Kecamatan Tomilito, Kabupaten Gorontalo Utara, Kamis (24/11/2022) mengatakan Upaya penyelamatan atau rehabilitasi hutan mangrove secara terus – menerus perlu digalakkan agar kondisi hutan mangrove menjadi semakin baik dan mengurangi resiko bencana alam. 

“Kejadian bencana tsunami yang sudah beberapa kali melanda wilayah Indonesia dan banyak memakan korban, salah satu penyebabnya adalah kondisi mangrove yang sudah banyak rusak. 

Dengan kondisi demikian, maka fungsi hutan mengrove tentunya akan sangat berkurang,” jelas Agung.

Agung menuturkan, kebijakan yang telah diterbitkan Pemerintah tidak akan ada artinya jika tidak dilakukan aksi nyata di lapangan. Demikian pula dengan dukungan masyarakat yang sangat diperlukan untuk penyelamatan mangrove.

“Beberapa upaya perlu dilakukan yaitu dengan cara percepatan pemulihan rehabilitasi mengrove oleh para pihak, penyusunan One Map One Mangrove, serta penguatan peran Kelompok Kerja Mangrove tingkat Nasional dan Daerah,” jelas Agung.

Fungsi mangrove sendiri diantaranya sebagai penyerap polutan, mencegah intrusi air laut, penyimpanan karbon yang tinggi dan tempat berpijahnya aneka biota laut. 

Selain itu sebagai pelindung garis pantai dari abrasi dan tsunami serta menyediakan hasil hutan berupa kayu dan bukan kayu.

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Bone Bolango pada tahun 2022 telah melaksanakan kegiatan rehabilitasi mangrove seluas 75 hektar yang tersebar di Kabupaten Pohuwato seluas 60 hektar dan Gorontalo Utara seluas 15 hektar. 

Sampai saat ini kegiatan penanaman telah mencapai 100% dan tinggal kegiatan penyulaman untuk mengganti tanaman mangrove yang mati.

Adapun kegiatan sepenuhnya dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok masyarakat mulai dari penyediaan bibit, penyediaan alat dan bahan, pembuatan pelindung tanaman, penanaman hingga penyulaman. 

Rehabilitasi mangrove sendiri diharapkan dapat memperbaiki kondisi lingkungan khususnya ekosistem mangrove dan menambah pendapatan masyarakat melalui upah kerja yang diberikan kepada kelompok masyarakat pelaksana kegiatan.

sumber :  gorontalogov

Daerah Bebas Banjir Tapi Banjir, Diduga Ada Oknum Yang Merusak Daerah Aliran Sungai

Daerah Bebas Banjir Tapi Banjir, Diduga Ada Oknum Yang Merusak Daerah Aliran Sungai

Siklus air adalah perjalanan air dari bumi ke atmosfer dengan berbagai perubahan bentuk (cair, es dan uap air) hingga jatuh ke bumi kembali dan terus berulang.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah yang dibatasi oleh punggungpunggung bukit dimana air hujan yang jatuh, terkumpul dalam kawasan tersebut kemudian tersimpan dalam tanah dan teralirkan melalui sungai.

Peristiwa banjir yang terjadi di RW.05 Kelurahan Patokan Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo menuai sorotan tajam dari beberapa tokoh masyarakat. 

Dari hasil penelusuran ditemukan pada daerah aliran sungai, tepatnya didekat Ponpes al-Masduqiah ada daerah aliran sungai yang diduga sengaja dirusak.

“Lurah dan OPD terkait itu harus turun ke warga. Menjelaskan bagaimana langkah atau program mitigasi agar banjir ini tidak terjadi untuk ketiga kalinya. Warga berharap ada kejelasan langkah dari Pemerintah Kab. Probolinggo, minimal ada undangan rapat. Dalam waktu dekat ini kami akan berkirim surat secara formil. Kita akan uji kualitas pelayanan yang sanggup mereka sebagai pelayan,” tegas Achmad.

Hal ini dikarenakan wilayah yang selama ini tidak pernah diterjang banjir, dalam Tahun 2022 ini sudah 2x diterjang banjir.

“Daerah RW.05 Kelurahan Patokan ini tergolong daerah bebas banjir. Namun perlu dicatat dengan tinta emas bahwa pada Tahun 2022 ini sudah tercatat 2x RW.05 terendam banjir,” ungkap Achmad warga RW.05 Kel. Patokan kepada media ini pada Sabtu (19/11).

sumber: jnn

Berikut Arti Pesan Mangrove Indonesia di G20

Berikut Arti Pesan Mangrove Indonesia di G20


Pemerintah berharap Indonesia sebagai salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar, dapat menginspirasi dunia dan sekaligus bentuk kepedulian terhadap lingkungan hidup karena mangrove mampu menyerap karbon, melindungi lahan, dan mencegah abrasi laut.

Pemerintah Indonesia mengagendakan penanaman bakau atau mangrove oleh pemimpin negara peserta KTT G20 guna menekankan peran penting mangrove. 

Kegiatan tersebut dijadwalkan pada hari Selasa, 15 November 2022 di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di Denpasar, Bali. 

Agenda ini merupakan bagian dari tema yang dipilih Presiden Joko Widodo dalam pelaksanaan KTT soal menangani krisis iklim.

Secara total, Tahura Ngurah Rai berada memiliki luas 1.373,5 hektare, terbentang di dua daerah tingkat dua yakni Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. 

Tahura ini memiliki 33 jenis mangrove, dengan terbanyak jenis perapat atau pidada putih yang dalam bahasa Bali disebut prapat --sehingga masyarakat lokal juga menyebut lokasi ini sebagai Tahura Prapat.

Di lokasi, panitia sudah menyiapkan bangunan kayu berbentuk elips tempat para pemimpin G20 berdiri dan menanam mangrove. Serangkai mangrove Rhizhopora apiculata membentuk tulisan “G20” di tengahnya. 

Panitia menyediakan puluhan lobang tanam yang akan dimasukkan bibit mangrove Rhizopora mucronata oleh para tamu, termasuk Presiden Jokowi.

Laman Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melansir mangrove memiliki banyak manfaat bagi ekosistem. 

Mangrove dapat menyuburkan tanah di sekitarnya, menjadi hunian bagi ikan-ikan kecil dan kepiting, menjernihkan air, melindungi pantai dari erosi karena mengadang hempasan ombak secara langsung, mengatasi banjir kawasan pesisir, dan dapat diolah menjadi pakan ternak.

Merujuk data Badan Pusat Statistik per Desember 2021, luas ekosistem mangrove atau bakau di Indonesia mencapai 3,63 juta hektare (Ha) atau 20,37 persen dari total dunia. 

Papua menjadi menjadi pulau dengan ekosistem mangrove terluas mencapai 1,63 juta Ha, disusul Sumatera 892,835 Ha, Kalimantan 630.913 Ha. Adapun Bali menjadi pulau dengan ekosistem mangrove terkecil yakni seluas 1.894 Ha. 

Luasan itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di dunia. Menyusul Brasil di posisi kedua dengan 1,3 juta Ha, lalu diikuti Nigeria (1,1 juta Ha), Australia (0,97 juta Ha), dan Bangladesh (0,2 juta Ha).

Secara ekonomi, ekosistem mangrove pun menyimpan potensi besar. Bagi masyarakat di sekitar, mangrove dapat diolah menjadi ragam hiasan atau kerajinan. 

Adapun bagi pemerintah, pengembangan ekosistem mangrove dapat menjadi tambahan pendapatan negara lewat perdagangan karbon. Saat ini, harga jual karbon dunia berkisar US$5-10 per ton CO2. 

Maka dengan luas hutan bakau mencapai sekitar 3 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton, pemerintah bisa mendapat tambahan hampir Rp2.400 triliun dari perdagangan karbon. 

Pendapatan negara bisa lebih tebal jika menghitung perdagangan karbon dari hutan tropis dan lahan gambut.

Data Kementerian Koordinator Bidang Kematiriman dan Investasi, hutan tropis Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang dapat menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. 

Sementara gambut, Indonesia merupakan negara dengan cakupan terluas di dunia dengan 7,5 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 55 miliar ton. 

Mengakumulasi tiga hal tersebut, maka Indonesia bisa menyerap setidaknya 113 gigaton emisi karbon. 

Jika dijual dengan perhitungan terendah US$5, maka pemerintah berpotensi menambah pendapat negara mencapai US$565 miliar atau sekitar Rp8 ribu triliun.

sumber : setneg