472 Ribu Hektare Lahan Hutan Kritis di Pulau Jawa


Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan, salah satu alasan pengambilalihan 1,1 juta hektare hutan di Pulau Jawa dari pengelolaan Perum Perhutani adalah karena ada banyak lahan kritis. 

Tercatat ada 472 ribu hektare lahan hutan kritis yang perlu direhabilitasi segera. 

"Kalau luasnya yang ada di dalam kawasan hutan menurut catatan direktorat jenderal itu ada 472 ribu yang kritis," kata Bambang dalam siniar Forest Digest, dikutip Senin (13/6). 

Sebagai informasi, ketentuan ambil alih kelola hutan itu tercantum dalam Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 287 tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). SK itu diteken oleh Siti Nurbaya pada 5 April 2022.

Baca juga : Diduga Maraknya Pertambangan Ilegal Di Kabupaten Sambas

Untuk diketahui, pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 287 menetapkan 1.103.941 hektare (ha) Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Pulau Jawa menjadi Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Alhasil, area 1,1 juta hektare itu tak lagi di bawah kelola Perum Perhutani. 

Bambang mengatakan, lahan kritis seluas 472 ribu hektare itu selama ini berada di bawah kelola Perhutani. Karena itu, pemerintah mengambil alihnya agar bisa direhabilitasi dengan menggunakan pendekatan lain. 

"Kalau luasnya yang ada di dalam kawasan hutan menurut catatan direktorat jenderal itu ada 472 ribu yang kritis," kata Bambang dalam diskusi daring dikutip pada Senin (13/6).

SK Menteri LHK Berujung Konflik Lahan dan Gelombang Protes di Daerah

Bambang menjelaskan sebenarnya KHDPK awalnya bertujuan untuk pendidikan dan ketahanan pangan. Hal itu mengacu pada Undang Undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Baca juga : Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Di Kabupaten Bandung Memasuki Babak Baru

Namun tujuan itu diperluas dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Hutan. PP tersebut adalah turunan dari UU Cipta Kerja.

"Sebenarnya kalau kita lihat di UU 41/99 tentang kehutanan bahwa KHDPK itu diatur untuk tujuan pendidikan, ketahanan pangan di sana, di UU 41/99. Nah, kemudian dilanjutkan kembali dengan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Kemudian itu diturunkan ke dalam PP 23/2011 tentang penyelenggaraan kehutanan, KHDPK diperluas," kata Bambang.

Dalam PP itu dikatakan, KHDPK juga diperluas peruntukannya sebagai perhutanan sosial, pengukuhan kawasan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan jasa lingkungan. Kemudian khusus di Pulau Jawa, menteri LHK mengeluarkan SK 287/2022.

"Jadi khusus yang di Jawa, sebetulnya maksud dan tujuannya itu sangat mulia karena ini kebijakan yang sangat solutif mengikuti perkembangan di jawa," klaim dia.

Pertama, terkait penataan hujan Jawa. Pihaknya ingin hutan yang ada di Jawa tidak diinterpretasikan seluruhnya oleh Perum Perhutani.

Sebagai informasi, hutan produksi di Jawa, kecuali DIY dan kawasan hutan lindung tadinya dikelola Perhutani. Hal itu mengacu pada PP 72 tahun 2012 tentang Perhutani.

"Masalah penyelenggaraannya semuanya seperti diinterpretasikan oleh perhutani, padahal enggak," mata dia.

Baca juga : Teknologi AI Dan Citra Satelit Bantu Tekan Penebangan Liar

Kedua, terkait pengelolaan. Sebagai lembaga, Perhutani mempunyai tupoksi mengelola hutan untuk kepentingan warga. Namun pihaknya melihat banyak hutan yang kritis.

"Kalau berdasarkan definisi untuk kepentingan publik, namun dalam kenyataannya itu kalau kita lihat potret lahan kritis di Jawa, di kawasan hutan lindung nampaknya membutuhkan sentuhan lain," ujarnya.

Sebelumnya, banyak pihak yang mengkritik kebijakan baru tersebut, mulai dari serikat pegawai Perhutani, Forum Penyelamat Hutan Jawa sampai Pemda di Blora. Pasalnya, konflik dan jual beli lahan sudah mulai bermunculan.

Mereka juga khawatir jika kelola hutan itu diberikan kepada orang yang salah. Sehingga, hutan di Jawa malah tambah rusak.Bambang menambahkan, selain untuk merehabilitasi lahan kritis, pengambilalihan 1,1 hektare hutan Jawa juga bertujuan untuk memperkuat Perum Perhutani. 

Selama ini Perum Perhutani mengelola seluruh hutan di Pulau Jawa, kecuali hutan konservasi dan hutan di Provinsi DIY Yogyakarta, dengan luas total 2,4 juta hektare. 

Dengan berkurangnya area kelola Perhutani seluas 1,1 juta hektare, kata dia, diharapkan BUMN tersebut bisa fokus dalam bisnisnya. "Konsentrasi di core bisnisnya seperti tanaman, jasa lingkungan, dan wisata," ujar Bambang. 

Baca juga : Alat Berat Yang Biasa Digunakan Di Hutan

Dirut Perum Perhutani Wahyu Kuncoro mengaku mendukung kebijakan KLHK ini meski area kelolanya berkurang hampir 50 persen. "Prinsipnya kami sebagai BUMN, dalam hal negara akan mengadakan sebuah program tentu kami harus mendukung sepenuhnya," ujarnya beberapa waktu lalu. 

Di sisi lain, Serikat Pekerja dan Pegawai Perhutani (SP2P) khawatir bakal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pengurangan wilayah kelola ini. 

Previous Post
Next Post