Tinjauan Hukum Kerusakan Hutan Indonesia

kerusakan hutan

Indonesia dijuluki sebagai paru-paru dunia. Sayangnya, hutan Indonesia tidak selalu berkembang dalam keadaan baik. Kerusakan hutan menjadi isu yang selalu muncul setiap tahun. 

Menurut WWF Indonesia, keanekaragaman hayati yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12 persen spesies mamalia dunia, 7,3 persen spesies reptil dan amfibi, serta 17 persen spesies burung dari seluruh dunia. Spesies tersebut belum termasuk spesies yang belum ditemukan hal ini menjadi bukti bahwa Indonesia kaya akan hutan yang menyimpan berbagai macam flora dan fauna.   

Hukum berkaitan langsung untuk menjerat pelaku perusakan hutan di Indonesia adalah UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). UU P3H bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hutan Indonesia secara kontinu. Ketentuan perundangan ini adalah lex specialis (ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Kehutanan). UU P3H bertujuan untuk menjerat kejahatan kehutanan yang sistematis dan sulit untuk diselesaikan oleh UU No. 41 tahun 1999. 

Salah satu pasal dari UU P3H yang secara gamblang melarang kegiatan perusakan hutan adalah Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22. Pasal tersebut mengatur bagaimana UU P3H mengatur salah satu kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, yaitu penebangan liar. 

Pasal 19

  1. Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Indonesia dilarang:
  2. Menyuruh, mengorganisasi, atau menggerakkan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  3. Ikut serta melakukan atau membantu terjadinya pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  4. Melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pembalakan liar dan/ atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  5. Mendanai pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah secara langsung atau tidak langsung
  6. Menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  7. Mengubah status kayu hasil pembalakan liar dan atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah, seolah-olah menjadi kayu yang sah, atau hasil penggunaan kawasan hutan yang sah untuk dijual kepada pihak ketiga, baik di dalam maupun di luar negeri
  8. Memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dengan mengubah bentuk, ukuran, termasuk pemanfaatan limbahnya
  9. Menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, dan/atau menukarkan uang atau surat berharga lainnya serta harta kekayaan lainnya yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah
  10. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil pembalakan liar dan/atau hasil penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Pasal 20

Setiap orang dilarang mencegah, merintangi, dan/atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung upaya pemberantasan pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

Pasal 21

Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi.

Pasal 22

Setiap orang dilarang menghalang-halangi dan/atau menggagalkan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana pembalakan liar dan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah.

sumber: dslalawfirm

Previous Post
Next Post